07 December 2015

Cacar Air pada Batita

(yang bernama Sorai)

Kalau saya atau keluarga ada yang sakit, saya suka tanya atau cari cerita dari yang sudah pernah mengalami. Rasanya jadi lebih prepared dan kebayang aja what to expect. Hence I also wrote such notes.  Selain untuk catatan pribadi, mudah-mudahan juga ada manfaatnya untuk yang sedang mencari informasi terkait. Tapi tentunya tidak untuk jadi landasan pengambilan tindakan medis ya. Always ask health professionals for advices on medical treatment. :)

Sekitar seminggu setelah saya sembuh dari cacar dan bintiknya kering semua, Sorai demam. Satu malam demam biasa (sekitar 38 C), lalu dua malam demam tinggi (39.5-40 C). Ada batuk juga sedikit, dan napasnya agak bunyi grok-grok terutama waktu tidur. Selama sakit masih mau makan berat, buah-buahan, minum susu dan air putih. Nggak sebanyak biasanya sih, tapi lumayan masih ada yang bisa masuk. Selebihnya banyakin ASI aja. 
Waktu demamnya meninggi, saya minumkan paracetamol karena khawatir anaknya pusing dan nggak bisa istirahat, tapi malah muntah :(. Sampai tiga kali diminumin (dengan jeda beberapa jam), tiga kali juga muntah :(. Jadi besok-besoknya walaupun panas tinggi nggak dikasih paracetamol lagi, nggak terlalu rewel juga walaupun demamnya tinggi. Mandi juga libur selama 2 harian, cuma diseka pake air anget dan lactacyd. Selama demam ini saya perhatikan apa ada bintik merah berair yang muncul, memang udah curiga ketularan kan. Tapi ternyata nggak ada, yang ada malah ruam merah di leher. Sempet kepikiran apakah demamnya gara-gara virus rubella, tapi kayaknya ruamnya karena biang keringat akibat nggak mandi sih. Si bintik cacar malah baru muncul dua hari setelah demamnya turun. Baru deh, "Owalah, demam kemarin itu emang karena cacar toh". Bintiknya nggak banyak, jauh lebih sedikit dibanding waktu saya yang kena. Kira-kira setelah seminggu, bintiknya kering semua. Aktifitas dan nafsu makan juga udah kembali seperti biasa setelah demamnya reda. 
Ke dokter? Enggak. Waktu saya yang cacar, saya ke dokter kan, nanya ini itu termasuk bahwa di rumah ada toddler yang masih minum ASI. Seperti disebutkan di post sebelumnya, dokter bilang nggak masalah untuk nerusin seperti biasa. "Takut anaknya ketularan, Dok", saya bilang. "Ketularan juga ga papa", jawab dokternya santai banget. "Di anak-anak cacar biasanya lebih ringan kok, paling panas 1-2 hari, habis itu biasa lagi". Maka dari itu saya nggak bawa Sorai ke dokter, hehe. Lalu, dokternya bilang bahwa waktu cacar itu, bintik-bintik nggak hanya timbul di kulit, tapi di dalam tubuh juga. "Di usus, di tenggorokan, juga ada", katanya. "Biasanya suka jadi batuk atau kayak mau pilek", lanjut beliau. So I guess the cough and snore-like sound was also part of the chicken pox symptoms. 
Oh iya, Sorai sebelumnya belum divaksin varicella, karenaa.. ibunya nggak inget sama sekali ada benda bernama vaksin cacar, zzz. Pas udah kena, baru deh inget. Dibanding dengan cerita anak-anak temen yang sudah vaksin dan lalu kena cacar, demamnya Sorai sedikit lebih lama (katanya yang lain demamnya 1-2 hari). But then, reaksi tubuh terhadap virus kan memang beda-beda sih ya tergantung  kondisi masing-masing. Jadi nggak tau juga apakah beda intensitas gejalanya karena vaksin atau bukan. :)

Anyway, setelah ditelusuri, pertemuan kami dengan si virus cacar ini masuk kejadian dengan kategori udah-takdir-banget-deh (kategori macam apa ini). Kalaulah ini kisah pertemuan dengan jodoh, tentu akan jadi so sweet. 
Jadi, sejak keberangkatan The Fatwa Family alias TFF dari Malang, kami sudah merencanakan untuk pulang lagi pada suatu hari Rabu. Hari demi hari berlalu di Jakarta, sampai tibalah satu hari sebelum hari Rabu. Mendadak Aa ada kesempatan untuk presentasi produk pesawat di Bogor, belum fix tapi sayang kalau dilewatkan. Ya sudah jadwal pulang dimundurkan jadi Kamis. Eh ternyata presentasinya nggak jadi. "Jalan-jalan aja yu, Bu", kata bos TFF yang tentu saja saya amini, asal bukan ke Margo karena bosan ke situ melulu :p. "Ya udah nanti aja sekalian makan siang kita ke Cinere ya", kata Aa lagi. Yo aku manut ae, nggak paham Jakarta. Eh ternyata (lagi), siang-siang Pak Bos harus ketemu klien dulu, nggak bisa makan siang di luar. Lalu mendadak malamnya ada meeting sama para kolega, di Pejaten Village aka Penvil. Sibuk amat ya kakaak. Daripada repot bolak-balik Cinere-Pejaten, kayaknya mending dipindah aja sekalian jalan-jalannya kan. Sung.. berangkatlah TFF ke Penvil, the place where we (potentially) met the varicella virus, and the rest is history. Begitulah kalau sudah jodoh ya.

Alhamdulillah, 'ala kulli hal, saya dan Sorai jadi punya antibodi baru (insyaAllah), hehe. Semoga bisa jadi ladang kebaikan. Kan jadi nggak takut lagi kalau mesti nengok yang kena cacar, sambil bawain kue :D.
Ada yang sedang kena cacar dan mau saya kirim kue? :D
Semoga sehat selalu semuanya. :) 

2 comments:

dhyah said...

tetehhhh... keren ih baru cacar sekarang.. saya mah pas kecil cacarnya.. btw,, vaksin cacar langka tehh.. susaaah dapetnya.. hihihi

putri setiani said...

Iya dhy, baru kena kemaren, udah teu usum ya :D. Selama ini sy parno pisan kl ada yg cacar, cenah kan kl udh gede mah lebih parah, alhamdulillah udah kena akhirnya hehehe.
Iya cenah langkaa dan lumayan awis ya, hehehe.. azzam mah sing sehat selalu ya, anak kasep