26 December 2015

Aqabah


What is heard : Jumrah Aqabah
What is on mind : bagian dari ibadah haji, yang melempar kerikil itu
What is heard : Baiat Aqabah
What is on mind : Kayaknya tau deh. Hmm. Ada di sirah nabawiyah. Hmm. Bagian mana ya.
Kalau tingkat awareness saya sedang tumben-tumbenan di atas rata-rata, saya baru agak sadar keduanya berkaitan. "Eh iya sama ya, ada Aqabah-nya", lalu sudah. Tidak ada tindak lanjut. Not good. 

Jumrah Aqabah
Jumrah adalah salah satu rangkaian dalam ibadah haji, dilakukan selama 3-4 hari berturut-turut. Setelah wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah, yang dilanjutkan dengan bermalam di Muzdalifah, esok paginya jamaah haji kembali ke Mina untuk melakukan jumrah. Hari pertama jumrah bertepatan dengan Idul Adha. Saat di belahan bumi lain umat islam berbondong-bondong ke lapangan untuk shalat ied, jutaan jamaah haji bergerak ke satu titik untuk melakukan jumrah aqabah. Untuk menuju ke tempat jumrah, bertolak dari camp-nya masing-masing yang dibagi secara geografis berdasarkan daerah asal keberangkatan (misalnya Indonesia di sini, Malaysia agak sebelah sana, dst), jamaah haji melewati terowongan Mina sepanjang kurang lebih 3 km. Perjalanan ini berat, karena jaraknya, karena berdesakan, karena panasnya udara. Tapi banyak, banyak sekali jamaah lanjut usia yang sanggup menempuhnya. Jika bukan karena iman, sungguh saya tidak paham apalagi yang sanggup jadi sumber energi mereka.
Di tanggal 10 Dzulhijah, yang dilakukan hanya jumrah aqabah, tujuh kali melempar kerikil ke tiang yang letaknya paling jauh dari tempat kedatangan. Sementara pada tanggal 11-12 (atau 13, tergantung kapan memilih kembali ke Mekah) Dzulhijah, jamaah haji melakukan tiga kali jumrah di tiga tiang yang berbeda. Masing-masing disebut jumrah 'ula, wustha, dan aqabah. Di hari-hari pelemparan jumrah ini, jutaan jamaah haji dari seluruh dunia berkumpul di satu lembah ini, Mina.

Gambar dari google.com, ada di beberapa website


Baiat Aqabah
Baiat Aqabah adalah perjanjian antara Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dengan penduduk Madinah (yang saat itu masih bernama Yatsrib). Baiat ini terjadi dua kali, di tahun ke-12 dan 13 setelah kenabian. Pada baiat Aqabah pertama, 12 orang dari Madinah (1-2 orang dari suku Aus, selebihnya dari suku Khazraj) berbaiat kepada Rasulullah SAW untuk menjalankan pokok-pokok ajaran Islam. Setelah baiat pertama ini, seorang sahabat yang bernama Mush'ab ibn Umair diutus ke Madinah untuk mengajarkan segala hal yang ada dalam Islam. Dengan perantaraan beliau, hanya dalam kurun waktu satu tahun, Islam masuk ke hampir seluruh keluarga di Madinah (i.e. dalam satu keluarga, setidaknya ada satu anggotanya yang muslim). Termasuk di antaranya seorang yang kemudian menjadi salah satu sahabat utama, satu dari "dua Sa'ad" yang ternama, yang ketika beliau wafat, 'arsy Allah berguncang karenanya; Sa'ad ibn Mu'adz.
Islam terus berkembang penyebarannya di Madinah, sementara di Mekah penindasan terhadap kaum muslim masih tidak berhenti. Melihat kondisi di Mekah yang kian berat ini, seorang muslim di Madinah bertanya akan sampai berapa lama lagi mereka membiarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dalam kondisi yang demikian sulit. Maka berselang setahun dari baiat Aqabah pertama, umat muslim Madinah yang diwakili oleh sekitar 70 orang dari mereka, berangkat dan bertemu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, mengundang beliau dan untuk pindah ke Madinah dan menjadi pemimpin mereka. Mengundang beliau, tentu artinya mengundang potensi konflik dengan kaum Quraisy. Jika baiat Aqabah pertama hanya merupakan perjanjian untuk menjalankan pokok syariat Islam (yang disebut juga bai'atun nisa/baiat wanita, karena tidak mengandung unsur politik), dalam baiat kedua ini terdapat perjanjian untuk melindungi Rasulullah shalallahu 'a laihi wa sallam sebagaimana mereka melindungi kaum mereka sendiri. Baiat Aqabah kedua inilah yang kemudian menjadi tonggak awal hijrahnya kaum muslim ke Madinah.

Benang merah
Haji bukan ibadah yang baru diturunkan saat masa kenabian Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Sejarah awal pensyariatannya mundur sejauh hitungan milenia, dari masa Nabi Ibrahim as. Bahkan ketika kemurnian ajaran tauhid memudar, ibadah haji tetap dilaksanakan oleh kaum pagan, yang menjadi alasan adanya banyak berhala di sekitar Ka'bah pada masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Saat musim haji tiba, kabilah berbagai suku dari segala penjuru jazirah Arab datang ke Mekah. Setelah perintah menyebarkan ajaran Islam turun, berdakwah pada para rombongan haji (yang masih pagan itu) menjadi agenda rutin Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Tahun demi tahun berlalu sejak dimulainya tugas kenabian, sampai tibalah waktu yang sangat berat itu di tahun ke-9 kenabian, tahun duka cita. Dua pendukung utama Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, Khadijah ra. dan Abu Thalib wafat dengan jeda waktu yang tidak berjauhan. Mekah dan jazirah Arab masa itu, adalah masa di mana hak tinggal seseorang di suatu wilayah ditentukan oleh dari suku mana ia berasal dan siapa pelindungnya. Abu Thalib adalah pemimpin Bani Hasyim yang sangat disegani dan sekaligus memiliki pengaruh yang kuat di tengah kaum Quraisy. Beliau adalah tokoh yang memberikan perlindungannya untuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, bahkan saat para petinggi kaum Quraisy berhimpun untuk menentang. Wafatnya Abu Thalib, berarti hilangnya perlindungan untuk beliau tinggal dan berdakwah di Mekah. Keadaan semakin tidak aman, serangan untuk beliau semakin frontal. Upaya untuk mencari perlindungan ke kota tetangga, Thaif, juga tidak berbuah hasil yang diharapkan. Perlindungan sementara beliau adalah dari seorang yang sudah lanjut usia bernama Muth'im ibn 'Adi, yang berlainan suku. Kondisi ini sangat tidak lazim, dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menyadari bahwa beliau harus mencari tempat baru. Maka ketika musim haji tiba, selain mendakwahkan ajaran Islam, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam juga mencari kabilah dari suku lain yang mau menerima ajaran Islam, sebagai tempat tujuan hijrah.
Ditemani Abu Bakar yang ahli mengenai sejarah dan karakter suku-suku di jazirah Arab, beliau mendatangi berbagai kabilah. Secara nalar, yang menjadi fokus utama tentu suku-suku besar yang ternama dan berpengaruh, Bani Kinda, Bani Abi Hanifah dan Bani Kalb misalnya. Kisah menarik tentang pertemuan dengan Bani Kinda, suku ini adalah suku yang memiliki sejarah kejayaan di masa lalunya, dan berharap bisa kembali memiliki kekuasaan yang luas. Pada mereka, seperti pada suku lain yang beliau datangi, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan pokok ajaran Islam. Tokoh-tokoh Bani Kinda tertarik dengan isi pesan yang beliau sampaikan, tapi sayangnya bukan karena hatinya tersentuh dengan kebenaran yang beliau bawa. Mereka terkesan dengan menariknya ajaran yang beliau bawa dan meyakini bahwa ajaran tersebut memiliki potensi untuk diikuti oleh suku lainnya dan menaklukkan seluruh Arab. Untuk alasan ini, mereka menawarkan sebuah opsi, mereka akan mensponsori dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan menjadikan beliau pemimpin, dengan catatan bahwa sepeninggal beliau, kekuasaan yang kelak didapat akan diberikan pada Bani Kinda. Tapi pada tawaran (yang sesungguhnya terdengar menarik, terlebih dalam kondisi sulit dan terdesak) ini, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Sesungguhnya kerajaan (kekuasaan) adalah milik Allah, diberikanNya kepada siapa yang Ia kehendaki.". Tidak ada kompromi tentang amanah risalah yang beliau bawa. Maka Bani Kinda pun menolak untuk memberikan dukungannya.
Berkonsentrasi mencari sokongan dari suku besar, tidak menjadikan beliau memandang sebelah mata kesempatan untuk mendakwahi kabilah kecil yang tidak dikenal. Seperti hari itu, saat jamaah haji berkumpul di Mina. Waktu itu, seperti juga saat ini, tempat jamaah haji berkemah di Mina dibagi secara geografis, berdasarkan lokasi asal jamaah. Tersebutlah sekelompok kecil yang bahkan tanpa tenda, terlewati oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu tidak ditemani Abu Bakar ra. Kabilah ini bermalam di salah satu sudut Mina, dekat tempat melempar jumrah. Di Aqabah.
"Dari suku manakah kalian?", Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bertanya pada kelompok yang terdiri dari 6 orang itu.
"Kami dari Suku Khazraj."
"Khazraj yang manakah? Yang bertetangga dengan kaum Yahudi?"
"Ya, kami dari Yatsrib."
Begitulah, kabilah ini datang dari suku Khazraj yang tidak ternama, dari lembah yang bernama Yatsrib. Kabilah ini datang dari tempat yang baru saja mengalami perang Bu'ats, perang saudara yang menelan banyak korban. Perang sipil ini mengorbankan hampir seluruh pemuka yang dituakan, sehingga hanya generasi mudanya saja yang tersisa. Generasi muda yang seperti pada umumnya, lebih terbuka pada pembaruan. Aisyah ra. menyatakan bahwa perang Bu'ats ini adalah hadiah dari Allah untuk Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, mempersiapkan kondisi Yatsrib untuk kedatangan beliau.
Kabilah ini berasal dari satu-satunya wilayah di sekitar Mekah, yang bertetangga dengan komunitas Yahudi. Sehingga meski saat itu masih menyembah berhala, mereka tidak asing dengan hukum syariat yang diturunkan bersama Taurat, juga dengan kabar akan datangnya seorang nabi. Dari kabilah kecil inilah rupanya, Allah menurunkan pertolonganNya pada kaum muslim.
Pada kabilah kecil ini, di Aqabah hari itu, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam meminta waktu untuk menyampaikan risalah yang beliau bawa. Kabilah ini pulang ke Yatsrib dengan hati yang tergerak pada ajaran yang baru saja mereka dengar, lalu menyebarkan apa yang mereka terima pada orang-orang terdekatnya. Di musim haji tahun berikutnya dan berikutnya lagi, mereka kembali datang dengan jumlah yang telah berlipat, bertemu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di tempat yang sama untuk berbaiat.
Lalu bergulirlah gelombang hijrah. Dimulailah lembaran sejarah yang mencatat langkah-langkah awal berdirinya peradaban Islam. Dari baiat di sebuah lembah pada musim haji, baiat Aqabah.

Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala ali sayyidina Muhammad.

Referensi:
Seerah of Prophet Muhammed, eps. 23-24. Yasir Qadhi.
Muhammad, His Life based on the Earliest Sources. Martin Lings.
When the Moon Split. Shafiyurrahman Mubafakfury.

Wallahu a'lam bish shawab

No comments: