17 April 2014

The Big Loss

Catatan ini dibuat hampir enam tahun lalu, sambungan dari cerita tentang buku pemberian dari Pak Amien Rais lewat Laras.  Sedang perlu suntikan idealisme untuk menyusun proposal riset. Mencari dan menggali ide sambil ditemani anak bayi di perut yang seringkali ikut sibuk tendang-tendang kalau ibunya buka dan baca jurnal. Mengingatkan diri akan gambaran sosok yang dicita-citakan; mensinergikan peran untuk mendukung perjuangan suami, mengemban amanah profesi, sekaligus menjadi ustadzah di madrasah rumah. Bismillah.

***
Rabu, 13 Oktober 2008

Buku karya Amien Rais akhirnya selsai saya baca. Iya, bacanya memang lama banget, kemungkinan besar adalah karena perbedaan kapasitas intelektual dari penulis dan pembacanya, hyahaha.
Banyak sekali fakta yang baru saya ketahui setelah membaca buku itu, salah satunya adalah mengenai limbah tailing PT. Freeport yang volumenya sudah cukup untuk menutupi Jakarta, Depok dan bekasi dengan lumpur beracun setinggi 5 m (produktif sekali ya mereka! suruh dibikin pulau baru aja tu tailingnya, buat mereka tinggali sendiri!). Dalam buku itu dipaparkan mengenai banya(aaaaa)knya kehilangan yang telah diderita oleh bangsa ini akibat penjajahan korporasi asing, enaknya sih baca sendiri aja.. Banyaaakkk sekali soalnya, kalo saya rangkum khawatir ada fakta penting yang tidak tercakup. MARAH banget rasanya sama para pembuat kebijakan yang semenamena banget jual2in aset negara, KESELL sama para petinggi bertitel  doktor yang ironisnya mau2 aja dibodohi sama kaum kapitalis.

Tapi bahkan setelah sedemikian banyak kehilangan yang disebutkan pun, bukunya Pa Amien belum mencakup satu lagi kehilangan terbesar yang diderita bangsa ini. Bahwa korporasi asing bukan hanya menjarah kekayaan negara kita yang melimpah ruah, tapi juga menculik putra-putri terbaik bangsa; aset yang sesungguhnya teramat sangat berharga dan mutlak dibutuhkan untuk menyusun masa depan yang lebih baik.

Tercatat saat ini sudah 3 teman seangkatan saya di TL, para calon -sangat- kuat yang akan lulus dengan predikat cumlaude, telah menandatangani kontrak kerja dengan korporasi raksasa milik asing. Yang satu adalah peraih IPK tertinggi dan mantan mentri  di kabinet KM, yang satu meraih IP 4 saat dia menjabat wakil ketua himpunan, satu lagi langganan jadi ketua apapun, dengan prestasi akademik yang tidak tergoyahkan. Semuanya cemerlang di bidang akademik, dan tidak diragukan kapasitas kepemimpinannya. Semuanya diambil perusahaan minyak -dan kontraktornya- yang menjarah minyak di bumi kita.

Satu lagi teman SMA saya yang baru aja lulus dari Petroleum Engineering bulan Juli kemaren,
yang kapasitas di bidang ilmu eksaknya sangat2lah cemerlang..
yang sekali waktu pas SMA menjadi pahlawan penyelamat membebaskan saya dari amukan guru Fisika yang terkenal guaallak, gara2 saya ngga bisa ngerjain soal di depan kelas heu2. Dia maju menawarkan diri menggantikan saya dan mengerjakan soal dengan mudahnya..
yang konon melenggang tenang melewati ujian kompre di Teknik Perminyakan tanpa belajar..
yang tentu saja lulus dengan predikat cumlaude secara meyakinkan..
Ohya, dia pun seorang ketua angkatan. Dan yang se-qualified itu pun sekarang sudah direkrut dan diculik nun jauh ke Duri sana, markasnya salah satu 'penjarah' terbesar minyak negri ini. Waktu dia mau pergi, saya cuma bisa bilang 'Jangan betah2 ya! Kalo udah jadi kaya pindah aja, ke Medco gitu..'. Laporan terakhir sih dia bilang gamau lama2 di sana, yessss!! :D

Itu baru orang2 terdekat di sekitar saya, entah berapa ratus atau ribu lagi cerita yang serupa. Padahal ITB adalah salah satu institusi yang diharapkan bisa jadi pencetak orang2 berkualitas, yang kelak akan memperbaiki kondisi negara. Statusnya pun masih BHMN, yang mana berarti masih menerima subsidi dari pemerintah, yang mana berarti sebagian biaya kuliah mahasiswa2nya dibayar dari pajak rakyat. Terus mana bentuk tanggung jawabnya?
Ya tapi mereka tidak bisa disalahkan juga, namanya juga pilihan.. Perusahaan2 itu memang menjanjikan kompensasi yang (jauh) lebih baik untuk potensi dan kapasitas mereka, menjanjikan kehidupan yang lebih terjamin. Yah, apalagi untuk yang laki2 yang notabene punya tanggung jawab lebih untuk memenuhi kebutuhan materi keluarganya, ayah ibu dan adik2 saat ini, juga istri dan anaknya kelak. Saya sih perempuan, orangtua pun alhamdulillah tidak membebankan untuk segera bekerja (lagian sejauh ini saya memang tidak pernah merencanakan pengen kerja kantoran, hehe), jadi masih bisa beridealis2 ria memperpanjang status jadi mahasiswa :D.

Yang saya lakukan sekarang ya baru segitu2nya, mengingatkan para putraputri terbaik ini biar ngga lupa sama sodara2 sendiri.. Tapi tentu saja begitu doang mah ngga cukup. Sama sekali. Jadi ngapain dong nih kitaaaaa????

No comments: