15 July 2019

Hari Pertama Sekolah

Sorai bangun pagi dengan agak drama dan sedikit derai air mata, "ga mau sekolah Bu, mau di rumah aja". As expected. Anak ibu yang highly sensitive ini butuh waktu untuk masuk dan merasa nyaman di lingkungan baru. Persis emaknye. Alhamdulillah Ibu sedang dikaruniai mode agak solehah, ga pake marah-marah.

Setelah photo session yang tentu saja ga berhasil karena anaknya manyun, berangkatlah Sorai dianter sama Bapaknya. Ibu di rumah nemenin Ade sambil nyiapin sarapan terus yoga (ciee, padahal cuma 10 menit). Hari pertama ini masih sampe jam 9.30 aja, jadi agak reugreug untuk ga nemenin. Rencananya jam 9-an aja berangkat jemput dari rumah, karena sekolahnya 10 menitan aja dari rumah.

Namun rupanya, Bapaknya pulang dan memberitakan bahwa anaknya ga mau dipegang sama Bu Guru, nangis pas ditinggal pergi dan sempet mimisan. Tentu saja ibu langsung gedabrukan siap2 ke sekolah. Ustadzah ga sampe kirim pesan via WA berarti masih terkendali sih, tapi tetep aja ga tenang. 

Sampe sekolah, selesai ngurusin administrasi, Ibu duduk di mesjid yang tepat di bawah kelasnya Sorai. Jadi sekolahnya itu bangunannya nempel sama mesjid. Kelasnya Sorai kebetulan pas di atasnya mesjid. 

Kondisi hari pertama sekolah di TK A ternyata cukup ganas ya, teriakan dan tangisan histeris membahana dimana-mana. Ibu langsung bersyukur Allah nggak mengabulkan keinginan yang dulu sempet terlintas untuk jadi guru TK. Cukupklah Ibu jadi guru TL. Ngadepin mahasiswa aja masih suka nggak sabaran.

Di sisi lain, Ibu juga khawatir kondisi Sorai. Berisik di rumah yang kata Ibu suka bikin pusing, ternyata ga ada apa-apanya dibanding berisiknya anak-anak usia TK yang sebagiannya baru pertama kali jauh dari ibunya. Jeritan anak-anak, masih ditambah teriakan guru-guru manggil nama anak yang melakukan hal berbahaya. Ibu khawatir Sorai kaget atau agak tertekan. Sebagai manusia yang sama-sama wired sebagai highly sensitive, Ibu bisa ngebayangin yang dihadapi Sorai ini stimulasi level tinggi. 

Sambil duduk, Ibu kembali berdoa, doa yang sama dengan yang dirapalkan ketika usap-usap kepala si Anak Langit sebelum bobo di malam sebelumnya. Ibu mohon penjagaan terbaik dari Allah untuk anak-anak ibu, mohon pendidikan terbaik. Mohon agar Sorai ditenangkan hatinya, mohon agar Sorai bisa seneng di sekolahnya. Mohon agar Allah meridhai pilihan ini, sebagai ikhtiar dan langkah awal untuk Sorai belajar ilmu-ilmu-Nya.

Jam di mesjid akhirnya nunjukin angka 9:30, anak-anak mulai turun. Ibu keluar mesjid, nunggu di bawah tangga. Sorai turun, terus senyum waktu liat ibu. Habis peluk, walaupun kepo maksimal, ibu belum berani nanya gimana sekolahnya karena khawatir Sorai masih overwhelmed dengan pengalaman barunya. Ternyata testimoninya muncul sendiri, "Tadi seru, Ibu! Abang main kereta-keretaan, panjang banget.". 
Ngek. Ibu mah dikasih kalimat segitu aja udah pengen cirambay. 

Sorai lanjut cerita, ada anak yang dorong-dorong dan pukul anak lain, terus langsung dilarang sama ustadzah. Habis itu main perosotan. Bekal makannya habis.
"Sekolahnya seru?"
"Seru!"
Alhamdulillah nuhuuun ya Allah..

"Besok berangkatnya jangan nangis lagi ya Bang?"
(anaknya diem dulu) "Tadi abang nangis karena sedih sedikit Bu"
Ah, Ibu baru sadar mungkin permintaannya masih terlalu besar. Besok kita minta lagi sama Allah supaya sekolahnya menyenangkan dan ilmunya berkah dan bermanfaat ya Nak. Besoknya lagi juga sampe seterusnya.

Hari ini Abang keren. Ibu bangga sama Abang. Papa sama Ade juga mesti deh.
Alhamdulillahi bi ni'matihi wa tatimush shalihat..



No comments: