Mama adalah ibu mertua yang, qadarullah, tidak terlalu lama kesempatan saya mengenalnya. Beliau,
dalam satu kata, adalah penyayang. Lembut hati dan amat penyayang. Juga jago masak.
Saya tidak pandai menyesuaikan diri dengan orang yang lebih tua, tapi entah kenapa sejak pertemuan pertama, saya merasa nyaman berinteraksi dengan Mama. "Nggak tau nanti apa Putri jodohnya sama Dani atau bukan, tapi Putri udah Mama anggap anak sendiri", kata beliau di awal-awal pertemuan kami.
Beberapa bulan sebelum saya menikah, ketika saya sedang menyelesaikan tesis di Bandung, Aa sakit cukup lama di Jepang. Siang itu Mama telepon saya, minta tolong ikut ingatkan Aa untuk jaga kondisi biar cepat sehat, lalu beliau menangis, tumpah kekhawatiran terhadap sulungnya. Saya hanya bisa diam, menyimak bahasa cinta Ibu yang tidak bisa disampaikan langsung pada anaknya.
Selepas menikah, beberapa kali saya menginap di rumah beliau, melihat Mama yang membaktikan sebagian besar hari-harinya untuk keluarga. Sesekali kami mengobrol berdua saja di kamar, saya mendengarkan Mama cerita tentang masa kecil Aa, atau menyimak nasihat-nasihatnya. Saya ingat Mama sering bilang, "Mama selalu bilang sama anak-anak mama, sama Dadan, sama Dede, biar jangan pernah nyakitin istri. Kalau kalian nyakitin istri, sama artinya kalian menyakiti Mama". Dalam kalimat sederhana itu, saya merasakan kasih sayang Mama untuk kami para menantunya, yang belum begitu lama beliau kenal.
Setahun setelah menikah, kami yang sedang di Jepang menerima kabar mengejutkan, Mama terkena kanker, sudah stadium II B. Beberapa bulan setelahnya Aa beberapa kali kembali ke Indonesia, berbagai pengobatan diupayakan, tapi kondisinya tidak kunjung membaik. Lalu siang itu kami dikabari, kondisi Mama sudah kritis. Tanpa pikir panjang kami segera mencari tiket pulang, berangkat hari itu juga. Sampai di rumah, kondisi Mama sudah sangat lemah, lebih banyak tidak sadar. Ketika kami tiba, Mama sempat siuman sejenak. Saya mencium tangannya, saat beliau berkata "Putri, cantik sekali Nak..".
Itu, rupanya, adalah kalimat terakhir yang beliau tujukan untuk saya. Setelahnya beliau kembali tidak sadar, dan beberapa hari kemudian berpulang.
Kalau lihat Sorai main, ada kalanya saya teringat Mama, membayangkan betapa Sorai pasti sangat disayang dan dimanja oleh beliau. Sesekali juga bermimpi tentang Mama, rasanya damai. Saya nggak berani cerita sama Aa kalau sedang ingat Mama, pasti langsung sedih karena Aa dekat sekali sama Mama (Aa, ga usah baca post yang ini ya, hehe). Kalau sedang kangen, saya minta Aa telepon adiknya Mama yang mirip dengan beliau. Mendengar suaranya seringkali cukup untuk menenangkan hati.
Siang ini, entah kenapa rasa kangennya banyak sekali. Air mata tidak mau berhenti mengalir selepas Dzuhur tadi. Semoga Allah memberi ampunan dan memuliakan kedudukannya. Semoga kelak kami bisa berkumpul kembali dalam ridha-Nya.
(Jumat, 10 Februari 2017)
Saya tidak pandai menyesuaikan diri dengan orang yang lebih tua, tapi entah kenapa sejak pertemuan pertama, saya merasa nyaman berinteraksi dengan Mama. "Nggak tau nanti apa Putri jodohnya sama Dani atau bukan, tapi Putri udah Mama anggap anak sendiri", kata beliau di awal-awal pertemuan kami.
Beberapa bulan sebelum saya menikah, ketika saya sedang menyelesaikan tesis di Bandung, Aa sakit cukup lama di Jepang. Siang itu Mama telepon saya, minta tolong ikut ingatkan Aa untuk jaga kondisi biar cepat sehat, lalu beliau menangis, tumpah kekhawatiran terhadap sulungnya. Saya hanya bisa diam, menyimak bahasa cinta Ibu yang tidak bisa disampaikan langsung pada anaknya.
Selepas menikah, beberapa kali saya menginap di rumah beliau, melihat Mama yang membaktikan sebagian besar hari-harinya untuk keluarga. Sesekali kami mengobrol berdua saja di kamar, saya mendengarkan Mama cerita tentang masa kecil Aa, atau menyimak nasihat-nasihatnya. Saya ingat Mama sering bilang, "Mama selalu bilang sama anak-anak mama, sama Dadan, sama Dede, biar jangan pernah nyakitin istri. Kalau kalian nyakitin istri, sama artinya kalian menyakiti Mama". Dalam kalimat sederhana itu, saya merasakan kasih sayang Mama untuk kami para menantunya, yang belum begitu lama beliau kenal.
Setahun setelah menikah, kami yang sedang di Jepang menerima kabar mengejutkan, Mama terkena kanker, sudah stadium II B. Beberapa bulan setelahnya Aa beberapa kali kembali ke Indonesia, berbagai pengobatan diupayakan, tapi kondisinya tidak kunjung membaik. Lalu siang itu kami dikabari, kondisi Mama sudah kritis. Tanpa pikir panjang kami segera mencari tiket pulang, berangkat hari itu juga. Sampai di rumah, kondisi Mama sudah sangat lemah, lebih banyak tidak sadar. Ketika kami tiba, Mama sempat siuman sejenak. Saya mencium tangannya, saat beliau berkata "Putri, cantik sekali Nak..".
Itu, rupanya, adalah kalimat terakhir yang beliau tujukan untuk saya. Setelahnya beliau kembali tidak sadar, dan beberapa hari kemudian berpulang.
***
Kalau lihat Sorai main, ada kalanya saya teringat Mama, membayangkan betapa Sorai pasti sangat disayang dan dimanja oleh beliau. Sesekali juga bermimpi tentang Mama, rasanya damai. Saya nggak berani cerita sama Aa kalau sedang ingat Mama, pasti langsung sedih karena Aa dekat sekali sama Mama (Aa, ga usah baca post yang ini ya, hehe). Kalau sedang kangen, saya minta Aa telepon adiknya Mama yang mirip dengan beliau. Mendengar suaranya seringkali cukup untuk menenangkan hati.
Siang ini, entah kenapa rasa kangennya banyak sekali. Air mata tidak mau berhenti mengalir selepas Dzuhur tadi. Semoga Allah memberi ampunan dan memuliakan kedudukannya. Semoga kelak kami bisa berkumpul kembali dalam ridha-Nya.
(Jumat, 10 Februari 2017)
1 comment:
How to set up on casino - PlugConversions
The 토토 먹튀 사례 standard for plugconversions.com a game where both m2 슬롯 players get the chance to 슬롯머신 게임 win, or a player who plays 인터넷 바카라 at table games in an instant but loses his or her chances of winning.
Post a Comment