24 August 2015

Firuta

Suatu sore beberapa tahun lalu, waktu kami masih tinggal di Sendai, saya sama Aa jalan-jalan ke satu toko buku besar di downtown. Di antara jejeran rak buku raksasa yang berbaris-baris mengelilingi kami itu, Aa bilang, "liat deh, ini buku-buku sepenuh toko ini, semuanya hasil pemikiran manusia ya. Kita habisin seumur hidup buat baca juga kayaknya nggak akan bisa selesai semuanya". 

***

Bagian awal surat Al Kahfi, menceritakan kisah yang menjadi nama surat tersebut, kisah para pemuda Kahfi. Kisah ini tentang sekelompok pemuda (dari kalangan istana), yang rela meninggalkan segala kenyamanan dan hidup di gua demi mempertahankan iman kepada Allah. Pertolongan untuk mereka adalah sederet keajaiban; diberi perlindungan di gua, dijaga anjingnya, ditidurkan 309 tahun lalu baru dibangunkan ketika jaman sudah berganti dan pemimpin beriman yang memegang kuasa. Di ayat 22, Allah berfirman: 

"Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: '(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya', sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: '(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya'. Katakanlah: 'Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit'..". (QS Al Kahfi:22)

Sampai akhir kisah, bahkan sampai akhir surat, nggak ada jawaban tentang jumlah pemuda Kahfi ini. Dari kajiannya Ust. Nouman tentang kisah ini, ayat di atas adalah celaan. Celaan untuk yang, alih-alih memaknai pelajaran dalam kisahnya, malah meributkan berapa jumlah orangnya. Mempermasalahkan yang trivial dan mengabaikan esensi. Be it 3, 5 or 7, apa pentingnya?

***

Bahwa sumber daya yang kita miliki itu terbatas, adalah apa yang lalu saya pahami dari yang Aa sampaikan di toko buku sore itu. Kapasitas nalar kita terbatas. Kapasitas ingat kita terbatas. Kemampuan analisa kita terbatas. Waktu kita terbatas.
Saya pusing sendiri dan agak ngeri dengan information overflow yang makin sini semakin membanjiri, dalam segala hal. Akses informasi yang terlampau mudah, yang bahkan nggak dicari pun nampak sendiri, seringkali mengaburkan antara mana yang menarik dan mana yang penting. Kadang sekedar karena menarik dan bikin ingin tahu, jadi suka dipenting-pentingin, huuu. Padahal yang sebenar-benarnya penting, sangat mungkin tidak  tampak menarik. 
Berapa jumlah pemuda Kahfi, itu pertanyaan yang menarik. "Eh iya ya, berapa orang ya?". Apakah penting? Apparently no. (Ada sumber yang menyebutkan bahwa kisah lengkapnya memang ada, di kitabnya Ibn Katsir. Jangankan sekedar jumlah orang dan namanya, detil ukuran istana dan gambaran hiasan singgasananya aja ada. Yet still not very essential compared to the lesson that we suppose to ponder regarding the story.). 
"Tapi kan perlu tau untuk.. (whatsoever reason)", adalah salah satu contoh pikiran perantara untuk mementing-mentingkan yang menarik, huu.

Tabiat ilmu itu berpayah-payah. Duluu, jaman mencari informasi masih susah, salah satu perjuangannya adalah harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkannya. Seperti Imam Bukhari yang rela berkelana jauh demi mendengar satu hadits. 
Sekarang, saat hampir segala informasi ada di ujung jari, mungkin salah satu kepayahannya ada di menahan diri dari memasukkan semuanya untuk dicerna, atau dikomentari. Mungkin kepayahannya ada pada kesabaran mengabaikan yang terlihat menarik, demi mencari yang penting, demi mengambil sarinya biar jadi ilmu yang berkah dunia akhirat. 

No comments: