26 December 2013

Reaxys Prize 2014

(Posting ini panjang banget dan sepenuhnya curhat pribadi. Ngga usah dibaca deh, beneran. Saya posting untuk pengingat pribadi betapa sering saya dudul seperti ini, dan kalau ditaruh di draft pribadi seringkali tenggelam lalu hilang, lupa dibuka lagi. Tapi jikalau seandainya ada yang dengan ikhlas mau baca curhatan ini, semoga ada manfaat yang bisa dipetik dan dibawa di hati.)

Hadirnya Dede di hidup saya, ditambah sempat vakum dari dunia kampus selama 3 bulan sewaktu liburan kemarin membuat saya merasa cukup. Cukup dalam hal mengejar segala sesuatu yang bersifat ambisi pribadi. Sampai saya menerima e-mail dari Pak Guru seperti di posting sebelumnya (yang isinya sebetulnya jauuh lebih panjang, tapi saya edit karena terlalu personal :p), sedikit banyak semangat untuk meng-eksis-kan diri tumbuh kembali :p.

Beberapa hari setelah itu, ada satu e-mail di inbox saya yang menginformasikan tentang satu ajang lomba untuk penelitian doktoral di bidang kimia. Reaxys PhD Prize namanya, keren ya terdengarnya. Saya lalu semangat sekali mencari informasi lebih jauh. Dibaca sekilas, temanya cocok dengan bidang riset saya. Syaratnya pun nggak terlalu susah, cukup menjelaskan satu jurnal pilihan yang sudah dipublikasi, nggak perlu buat esai baru. Syarat lainnya hanya CV dan surat rekomendasi dari profesor. Pemenangnya akan dihadiahi sejumlah uang tunai, dan yang paling menarik untuk saya adalah bahwa 3 orang pemenang dan sekitar 40 orang finalisnya akan diundang untuk menghadiri Reaxys Conference 2014, juga tergabung dalam keanggotaan Reaxys Prize Club. Ini menggiurkan sekali (untuk saya) saudara-saudara! Kalau nggak malu saya ngiler beneran deh ngebayanginnya :p. Nggak berharap menang juga sih, karena kompetisi sekelas ini mestilah juaranya menakjubkan. Saya mau coba aja.

Baiklah, saya semakin semangat. Sudah intip-intip website-nya, sudah lihat komite juri-nya, sudah mau isi submission form-nya. Lalu mata saya  melirik satu opsi menu di website-nya untuk melihat pemenang dari tahun-tahun yang sebelumnya. Saya memutuskan untuk melihat dulu kualitas publikasi yang jadi juara.

Saya sudah ber-ekspektasi untuk melihat publikasi di jurnal semacam Nature dan Science dari juaranya, untuk mendapati bahwa tidak satu pun jurnal dari ketiga pemenang yang saya kenali.
"Hah, jurnal apa ini? Kok nggak pernah denger. Nggak sebagus itu juga ternyata publikasinya. Kalo kaya gini sih, kayanya saya juga bisa lah.", kata saya dengan menyebalkannya, mulai songong.
Kemudian dengan jumawa, saya masukkan nama-nama jurnal yang tidak saya kenal tadi ke search engine, untuk menemukan bahwa rata-rata jurnal ini memiliki impact factor di atas 10, hahahahaha..haha..ha..ha..ha.. (ini ceritanya tertawa miris sambil mulai mau pingsan. Saya submit ke jurnal yang impact factor-nya hanya sepersekiannya aja udah megap-megap). Belum puas, saya masukkan nama para pemenang di Scopus (database literatur yang peer-reviewed), dan melihat bahwa masing-masing jurnal dari para pemenang ini sudah di-sitasi sekian puluh kali. Saya mulai mencari bantal untuk pingsan, biar empuk. Lalu dengan sisa kekuatan, saya klik secara acak nama para finalis dari tahun-tahun sebelumnya, yang ternyata SEMUAnya punya publikasi di jurnal-jurnal mengerikan itu. Orang-orang ini sungguh terlalu, kalau waktu masih PhD aja publikasi mereka sekelas itu, mau jadi apa mereka setelah jadi peneliti betulan? 
Semangat saya untuk ikutan redup seketika, hilang semua rasa jumawa, lalu dengan pahit dipaksa mengakui bahwa diri ini hanyalah butiran debu (eaaa).      

Beberapa jam kemudian saya masih merasa kesel yang nggak jelas karena apa, sambil laporan sama Aa.

Lalu beberapa jam lagi dari beberapa jam yang tadi, saya baru sadar. Saya sudah sombong dan tenggelam dalam ambisi nggak jelas. Lagi.
Lupa bertanya sama diri ketika semangat kompetisi tiba-tiba muncul dan menguasai; untuk apa? Untuk siapa? Untuk Allah? Apa karena ingin bisa pamer? :'(  

Alhamdulillah kali ini segera diingatkan, dengan Allah tunjukkan orang-orang yang jauh lebih hebat di mata saya, dengan Allah tunjukkan bahwa saya sebetul-betulnya bukan apa-apa. Mau merasa sombong mah sana nyebur aja lah di Hirosegawa.
Semoga pertanda bahwa Allah masih sayang :'(.

***

Beberapa hari setelah itu adalah harinya mentoring. Materi mentoring minggu itu adalah tentang keinginan versus kebutuhan, yang dirangkai dengan  pembahasan surat Al-Hadiid ayat 20.
Dalam satu ayat ini, seperti dibahas di satu kajian tafsir, Allah dengan indahnya merangkum segala keinginan manusia, tahap demi tahap dari awal sampai sepanjang hidupnya. Dalam satu ayat saja, Allah menyebut hal-hal yang manusia kira akan mendatangkan kebahagiaan dalam hidupnya; permainan (la'ib), hiburan (lahwu), keindahan (ziina), memamerkan keberhasilan (tafaakhurum bainakum), dan membanggakan harta dan keturunan (takaatsurun fil amwaali wal aulaad). Lalu dijelaskan dan diingatkan bahwa sesungguhnya kesenangan setelah mendapat hal-hal ini adalah cepat sekali usang dan berlalu, rasa puasnya cepat sekali hilang. Kemudian di bagian akhir ayat ini, dijelaskan bahwa pada akhirnya nanti, hanya ada dua hal yang hakiki dan tidak pernah manusia akan merasa "bosan" atasnya; siksa neraka dan keridhaan Allah. Penutup ayat ini adalah pengingat, bahwa dunia hanyalah kesenangan yang palsu.

Astaghfirullah..

Alhamdulillah..

Bismillah..

Semoga Allah beri kekuatan untuk istiqomah bersungguh-sungguh lebih menata setiap keinginan. Aamiin.

***

P.S. Setelah ditelaah dengan hati yang lebih tenang, ternyata tema Reaxys Prize nggak cocok dengan riset saya, hahahaha. Tema untuk Reaxys Prize fokus pada sintesa material, sementara riset saya lebih cederung ke ekstraksi, hahahaha (lagi).

Jadi nyari kompetisi di mana lagi ya, De? *kemudian dijewer Ustadz Nouman :P*

No comments: